JAKARTA – Sempat buron selama 6 tahun, terpidana kasus mafia tanah Handoko Lie, akhirnya menyerahkan diri ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
“Terpidana Handoko Lie menyerahkan diri, setelah menjadi buronan selama 6 tahun. Handoko Lie merupakan terpidana dalam perkara mafia tanah, yang melibatkan Pj. Walikota Medan,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, Senin (26/9/2022).
Dikatakan Ketut, Handoko Lie menyerahkan diri di kantor Kejaksaan Agung pada Jumat (23/9/2022). Sebelum menyerahkan diri, Handoko Lie sebenarnya sudah dalam pantauan Kejaksaan Agung.
Menurut Ketut, keberadaan Handoko Lie selama jadi buronan, selalu berpindah-pindah tempat. Selama enam tahun, Handoko Lie terpantau melarikan diri ke Singapura, kemudian menetap di Malaysia. “Terpidana melarikan diri ke Singapura dan menetap di Malaysia selama 6 tahun,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ketut menuturkan, Handoko Lie kini telah dieksekusi ke Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung RI. Nantinya, dia bakal dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) untuk menjalani hukuman.
“Setelah dilakukan pemeriksaan dan eksekusi di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung, Terpidana direncanakan akan dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba untuk menjalani pidana,” jelasnya.
Diketahui, Handoko Lie merupakan terpidana kasus penyerobotan lahan milik PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebanyak 2 blok, di Jalan Jawa, Gang Buntu, Medan, Sumatera Utara.
Lahan itu digunakan oleh Handoko Lie untuk membangun properti berupa apartemen, mall, serta rumah sakit. Akibat perbuatannya tersebut, negara dirugikan kurang lebih sebesar Rp 187 Miliar.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1437 K/ Pid.sus/2016, Handoko Lie dijatuhi pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp1 Miliar rupiah, serta membayar uang pengganti sejumlah Rp 187 miliar.
Pada saat akan dieksekusi, terpidana Handoko Lie dinyatakan telah menghilang atau kabur. Kejagung pun menetapkan Handoko Lie dalam daftar pencarian orang (DPO). (**)