Kasus Hukum Terkait Izin Impor Garam Berulang, APGRI Sebut Karena Lemahnya Pengawasan

Petani garam lokal.

JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Petani Garam Republik Indonesia (APGRI), Jakfar Sodikin, menilai bahwa berulangnya kasus hukum terkait izin impor garam, disebabkan lemahnya pengawasan dari pemerintah. “Pengawasan pemerintah kita atas garam impor garam ini masih sangat lemah,” katanya.

Jakfar mencontohkan kasus yang kini sedang disidik Kejaksaan Agung. Dari keterangan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi Pudjiastuti, rekomendasi yang dikeluarkan KKP saat itu sebanyak 1,8 juta ton. Namun nyatanya, Kementerian Perindustrian yang saat itu dipimpin Airlangga Hartarto, justru mengeluarkan izin impor sebanyak 3,7 juta ton.

Imbasnya, stok garam melimpah. Sehingga banyak importir yang mengubah peruntukan garam industri menjadi garam konsumsi. Imbasnya, petani garam lokal banyak yang rugi besar.

“Nah, ini. Seharusnya kan garam impor itu dipakai untuk kebutuhan sendiri. Untuk kebutuhan industri. Harusnya tidak boleh dipindahtangankan. Apalagi diubah menjadi kemasan garam konsumsi,” katanya.

Menurut Jakfar, banyak pengusaha atau importir yang nakal. “Banyak juga pengusaha nakal. Pabrik dan gudang menjadi satu. Garam lokal dan garam impor diletakkan di gudang yang sama, dan diolah di pabrik yang sama. Jadi, mana kita tahu, garam impor itu untuk apa?” kata Jakfar.

Menurut Jakfar, bukan kali pertama persoalan izin impor garam masuk dalam jeratan hukum. Mulai dari kasus korupsi pemberian izin di tahun 2015, peyimpangan izin di tahun 2017, hingga dugaan penyelewengan izin yang kini masuk penyidikan Kejaksaan Agung. “Kuncinya di pengawasan. Kalau masih seperti ini, ya akan terus terulang lagi,” katanya.

Dikatakan Jakfar, pemerintah harus bersikap tegas terhadap masalah impor garam ini. Sebab, menyangkut hajat masyarakat banyak. Selain konsumen, puluhan ribu petani garam juga sangat menggantungkan nasibnya pada sektor ini.

“Untuk garam konsumsi, tidak ada impor. Impor hanya untuk izin industri. Maka jika ada garam impor yang beredar di pasar konsumsi, itu namanya penyelewengan,” kata Jakfar.

Terkait dugaan penyelewengan izin impor garam yang saat ini sedang disidik Kejaksaan, Jakfar menyatakan, semua pihak yang diduga terlibat harus diperiksa. Termasuk Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang saat itu menjabat Menteri Perindustrian.

“Ya, semua yang diduga terlibat harus diperiksa. Tapi jangan seperti petugas pemadam kebakaran. Harus ditangani dari akar permasalahannya, sehingga kedepan tidak terulang lagi,” katanya.

Diakui Jakfar, Indonesia memang masih membutuhkan impor garam. Sebab, produksi garam lokal, baik tambak rakyat maupun PT Garam, belum mampu memenuhi kebutuhan garam dalam negeri.

Hanya saja, lanjut dia, bukan tidak mungkin memacu produksi di dalam negeri, agar garam lokal bisa memenuhi kebutuhan industri. Semua tergantung pada keinginan pemerintah.

Meskipun untuk itu, dibutuhkan biaya besar dan risikonya menjadi tidak kompetitif. (***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *