Kejagung Kembali Hentikan 17 Perkara Pidana Umum Lewat Restorative Justice. Ini Daftarnya

Jampidum Kejagung, Fadil Zumhana

JAKARTA – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum)  Fadil Zumhana menyetujui 17 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice), Rabu (7/12/2022).

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, menyebutkan nama-nama 17 berkas perkara tersangka yang dihentikan penuntutannya, yaitu:

1. Abdul Rahman alias Abdul bin Rachman (alm) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabalong yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

2. Etti Painingrum alias Iyum alias Evi binti Paimin dari Kejari Banjarbaru yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

3. Toniansyah alias Toni bin Yudiansyah dari Kejari Banjarbaru yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

4. Tohri Gustiyanda bin Agus Sarlian (alm) dari Kejari Kaur yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

5. Syamsu Dahril alias Samsu bin Umar (alm) dari Kejari Bengkulu Tengah yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

6. Hengki Dianto bin Amarudin (alm) dari Kejari Bengkulu Tengah yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

7. Hizarti Vettrriana binti (alm) Syawaludin dari Kejari Bengkulu yang disangka melanggar Pasal 378 tentang Penipuan atau Kedua Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

8. Tamsir alias Tamu dari Cabang Kejari Donggala di Tompe yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

9. Endang Hastuti binti alm. Sudiro dari Kejari Subulussalam yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

10. Wisnu Andika bin alm. Iskandar dari Kejari Aceh Tamiang yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

11. Supratman bin (alm) H. Ngatimin dari Kejari Aceh Tamiang yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

12. T. Maimun bin T. RAJA Puteh dari Kejari Lhokseumawe yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan jo. Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

13. Novaldi Saragih alias Noval dari Kejari Deli Serdang yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman.

14. Frenky Friady Manulang dari Kejari Tapanuli Utara yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) subs Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

15. Dwiky Andreansyah Tarigan dari Kejari Langkat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

16. Dahang alias Sappe bin Lanti dari Kejari Tarakan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

17. Cahya Alfiansyah Maksud alias Ali dari Kejari Bone Bolango yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP subsider Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Ketut mengatakan, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian, dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.

Tersangka belum pernah dihukum.

Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.

Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun. Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.

Antara tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.

Selain itu, kata Ketut, Pertimbangan sosiologis, masyarakat sekitar lokasi perkara merespon positif.

Selanjutnya, Jampidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAMPidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *