JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut dugaan korupsi penyelewengan dana, terkait pengadaan lahan oleh PT Adhi Persada Realti, pada tahun 2012 – 2013.
Kali ini, penyidik Jampidsus Kejagung memeriksa tiga pejabat di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok. Ketiganya diperiksa karena diduga terlibat kasus korupsi pembelian bidang tanah di kawasan Limo, Kota Depok.
Tiga pejabat BPN Kota Depok yang diperiksa Kejagung itu masing-masing berinisial DFL (kepala seksi survei dan pemetaan), SA (kepala kantor), dan NS (Plt. Koordinator substansi pengendalian pertanahan).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap tiga saksi ini, dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pembelian bidang tanah oleh PT Adhi Persada Realti pada tahun 2012 sampai dengan 2013.
“Tiga saksi yang diperiksa adalah DFL (selaku Kepala Seksi Survey dan Pemetaan Kantor Pertanahan Kota Depok periode Juni 2010 sampai sekarang), SA (selaku kepala kantor Pertanahan Kota Depok periode Maret 2022 sampai sekarang), dan NS selaku Plt. Koordinator substansi pengendalian pertanahan kantor Pertanahan Kota Depok,” jelas Ketut Sumedana, dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/10/2022).
Dalam kasus tersebut, Jampidsus Kejagung sudah menetapkan lima orang tersangka. Mereka masing-masing inisial SU, FF, VSH, NFH, dan ARS. Penetapan tersangka dilakukan pada 22 September 2022.
Kasus ini bermula ketika PT Adhi Persada Realti, yang merupakan anak usaha dari perusahaan pelat merah PT Adhi Karya, melakukan pengadaan tanah seluas 20 hektare di Limo, Depok, yang diketahui tanpa melakukan kajian.
Tanah tersebut dibeli PT Adhi Persada Realti senilai Rp 60,2 miliar, yang seolah-olah milik PT Cahaya Inti Cemerlang. Namun kenyataannya, tanah itu bukan milik PT Cahaya Inti Cemerlang. Sehingga tanah yang didapatkan hanya seluas 1,2 hektar dan digunakan untuk memasarkan produk pembangunan perumahan.
PT Adhi Persada Realti kembali mengeluarkan dana senilai Rp 26 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya. Dengan begitu, maka total dana yang dikeluarkan dalam pengadaan tanah tersebut adalah Rp 86,3 miliar. (***)