JAKARTA – Jaksa Agung mengingatkan kepada para jaksa, hendaknya menggunakan hati nurani dalam setiap pelaksanaan tugas. Jaksa yang Satya, Adhi dan Wicaksana, sudah pasti menjadikan nuraninya sebagai kompas, yang selalu menjadi pengarah dalam setiap gerak langkahnya.
“Tidak dapat dipungkiri, keadilan hukum adalah tujuan utama dari hukum. Tetapi bukan berarti tujuan hukum yang lain yaitu kepastian hukum dan kemanfaatan hukum menjadi terpinggirkan. Ketika keadilan hukum, kemanfaatan hukum, dan kepastian hukum saling menegasikan, maka hati nurani akan menjadi jembatan untuk mencapai titik bandul keseimbangan,” ujar Jaksa Agung.
Hal tersebut disampaikan oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin saat memberikan pengarahan kepada para jaksa peserta Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan LXXIX (79) Gelombang I Tahun 2022. Acara ini digelar secara virtual dari Menara Kartika, pada Kamis 8 September 2022.
Jaksa Agung menyampaikan bahwa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian bukanlah suatu tujuan hukum yang harus dipilih salah satu dan berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling melengkapi. Agar hukum dapat mencapai ketiga tujuannya sekaligus, maka diperlukan pelibatan hati nurani.
“Saya tidak menghendaki ketika saudara nanti menjadi Jaksa, saudara melakukan penuntutan asal-asalan, tanpa melihat rasa keadilan di masyarakat. Menuntut bukan hanya sebatas menghukum orang, melainkan lebih dari itu, menuntut adalah bagaimana memberikan keadilan dan kemanfaatan terhadap seseorang, dengan berpangkal pada hati nurani,” tegasnya.
Kejaksaan, kata ST Burhanuddin, harus mampu menunjukkan penegakan hukum yang tajam ke atas, humanis ke bawah, dan tanpa pandang bulu.
Dikatakan ST Burhanuddin, hati nurani memang bukanlah tujuan hukum. Hati nurani merupakan instrumen katalisator untuk merangkul, menyatukan, dan mewujudkan ketiga tujuan hukum tersebut secara sekaligus.
“Ketika kemanfaatan hukum dan kepastian hukum yang dilandasi dengan hati nurani telah tercapai secara bersamaan, maka keadilan hukum yang substansial akan selaras dengan rasa keadilan masyarakat, serta terwujud secara paripurna,” katanya.
Ditegaskan ST Burhanuddin, masalah keadilan tidak akan ditemukan dalam buku catatan. “Ingat! rasa keadilan tidak ada dalam buku, tidak pula ada dalam teks undang-undang, melainkan ada di dalam setiap Hati Nurani,” tegasnya.
Karena itu, jangan sekali-kali menggadaikan hati nurani. Karena itu adalah anugerah termurni yang dimiliki manusia dan itu adalah cerminan dari sifat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Gambaran Sosok Jaksa Seutuhnya
PPPJ tahun ini mengangkat tema; Smart Prosecutor BerAKHLAK. Menurut Jaksa Agung, tema tersebut sejatinya berkaitan erat dengan gambaran sosok Jaksa Seutuhnya. Sosok Jaksa Ideal, yang ingin dihasilkan dalam setiap pendidikan dan pelatihan pembentukan Jaksa di kawah candradimuka.
“Sosok JAKSA YANG SEUTUHNYA, selalu saya titik beratkan di setiap kesempatan. Bahwa saya tidak butuh Jaksa yang hanya cerdas. Melainkan saya butuh Jaksa yang cerdas sekaligus berintegritas dan berahlak mulia,” ujar Jaksa Agung.
Jaksa Agung mengatakan, jaksa yang cerdas, profesional, berintegritas dan berakhlak, sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Apalagi di tengah kondisi situasi seperti saat ini, dimana upaya penegakan hukum membutuhkan sosok jaksa yang tidak hanya cerdas, melainkan juga memiliki kompetensi, kinerja, dan profesionalisme tinggi serta berintegritas, sekaligus responsif terhadap perubahan serta tujuan organisasi.
Selanjutnya, Jaksa Agung mengatakan salah satu tujuan Diklat PPPJ adalah meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan membekali para siswa, sehingga dapat menjadi jaksa yang handal. Disamping juga untuk membangun jiwa korsa dan kedisiplinan para peserta didik, sehingga akan tertanam rasa solidaritas, semangat persatuan dan kesatuan terhadap institusi dari dalam diri para siswa.
“Perlu saudara ketahui, mengapa jiwa korsa saya tekankan harus saudara miliki. Hal ini mengingat sebagian besar tugas yang akan saudara emban nanti, setelah menjadi jaksa, adalah tugas-tugas yang bersifat team work, dimana keberhasilan pelaksanaan tugas akan sangat tergantung oleh soliditas yang terbangun dalam tim tersebut,” ujar Jaksa Agung.
ST Burhanuddin menuturkan, jaksa adalah abdi negara, abdi masyarakat, dimana pelaksanaan tugas dengan menerapkan etika dan sopan santun, akan membuat masyarakat segan dan menghargai. “Begitu juga sebaliknya, jika saudara tidak beretika dan tidak sopan santun terhadap sesama, maka hal tersebut akan membuat masyarakat tidak respect terhadap saudara dan juga institusi yang kita cintai ini,” katanya.
Bijak dalam Bermedia Sosial
Jaksa Agung ST Burhanuddin juga menyinggung soal perkembangan teknologi media komunikasi. “Cermati keberadaan dan penggunaan media sosial. Karena merupakan sarana yang paling mudah untuk mencari informasi tentang diri kita, maupun kehidupan pribadi kita. Karena ini rentan dimanfaatkan oleh pihak yang berseberangan untuk mem-framing atau membuat opini miring tentang diri pribadi, maupun institusi kita,” pesannya.
Jaksa Agung mengajak semua komponen kejaksaan untuk selalu merapatkan barisan dan waspada dalam melaksanakan tugas. Begitupun dalam beraktivitas di sosial media, hendaknya berperilaku sesuai norma yang ada. “Hindari unggahan yang melanggar norma agama, kesusilaan dan kesopanan serta unggahan yang bertentangan dengan kebijakan institusi dan pemerintah,” ujar Jaksa Agung.
Oleh karenanya, Jaksa Agung menekankan kepada seluruh siswa wajib memperhatikan etika, adab, dan sopan santun dalam menggunakan media sosial. Hindari kebiasaan memamerkan kemewahan atau gaya hidup hedonisme dalam kehidupan sehari-hari di media sosial. Patuhi instruksi Jaksa Agung tentang Penggunaan Media Sosial. (**)