Berani Sikat Koruptor Kelas Kakap, Kejagung Dinilai Punya Nyali Besar

Sosiolog Universitas Unika Atma Jaya, Hubertus Ubur

JAKARTA – Keberanian Kejaksaan Agung (Kejagung) membongkar kasus-kasus besar terkait korupsi di sejumlah BUMN, layak diacungi jempol. Hal tersebut disampaikan Sosiolog Unika Atma Jaya, Hubertus Ubur, pada Selasa (16/8).

Hubertus mengatakan, dibutuhkan nyali besar dan keberanian luar biasa untuk mengusut dugaan korupsi di perusahaan plat merah seperti ASABRI, Garuda Indonesia, PLN dan lainnya.

“Karena melibatkan orang-orang ‘hebat’, mantan pejabat negara, dan lain sebagainya. Di kasus ASABRI, misalnya. Itu kan melibatkan sejumlah mantan jenderal. Kemudian di Garuda dan di PLN, kabarnya juga melibatkan perusahaan milik orang penting di negeri ini. Ini kan butuh nyali dan keberanian yang besar,” katanya.

Hubertus yakin, keberanian Jaksa Agung dalam mengusut kasus-kasus besar tersebut, tak lepas dari dukungan dan arahan dari Presiden Jokowi. “Pasti ada restu dan dukungan Presiden. Apalagi menyangkut mantan teman seperjuangan,” ungkapnya.

Namun demikian, Hubertus berharap, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di sejumlah BUMN ini terlepas dari kepentingan politik menuju 2024. “Memang susah tidak mengaitkan masalah ini dengan kepentingan politik. Tapi setidaknya, utamakan dulu yuridisnya. Bahwa ada unsur politis di dalamnya, saya kira bisa dimaklumi,” katanya.

Penegakan hukum yang tegas tanpa pandang bulu, akan berdampak positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena banyak uang negara yang terselamatkan. “Dari pemberantasan korupsi, ada pengembalian uang negara. Uang tersebut bisa untuk subsidi rakyat kecil, untuk pembangunan infrastruktur, dan lain sebagainya. Selama ini, pembangunan banyak yang mandek dan rakyat miskin terus bertambah, karena kekayaan negara hanya dinikmati oleh segelintir orang saja,” katanya.

Keberanian Kejaksaan Agung dalam memberantas megakorupsi di sejumlah BUMN maupun swasta, kata Hubertus, karena Kejagung memegang prinsip tanpa pandang bulu.
“Ini prinsip yang harus dipegang teguh para penegak hukum, yang salah ya harus disalahkan. Meskipun dia kolega, saudara, teman, atau siapapun. Prinsip ini yang hilang selama ini,” katanya.

Hubertus juga menilai, Kejagung sekarang lebih maju dibanding KPK, dalam hal pemberantasan korupsi. “Ya, kita bisa lihat sendiri lah. KPK sekarang ini lemah. Nggak tahu, ada apa dengan KPK?,” katanya.

Karena itu, lanjut Hubertus, masyarakat kini manaruh harapan ke Kejaksaan. Ia pun yakin, Kejaksaan dapat memenuhi harapan masyarakat dengan menuntaskan setiap kasus korupsi yang ditangani.

Karena itu, jangan hanya gertak sambal. Semangatnya jangan hanya sampai 2024 saja. Berantas korupsinya harus sampai tuntas. Harus menimbulkan efek jera. Bukan hanya bagi pelaku, tapi juga bagi yang lainnya agar tak coba-coba.

“Tipe masyarakat kita ini kan paternalistik. Kalau yang atas saja berani ditindak tegas, bagaimana bawahan. Kalau mantan pejabat saja berani disikat, apalagi rakyat biasa. Sehingga ini bisa menimbulkan efek jera untuk yang lainnya,” pungkasnya. (**)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *