
JAKARTA – Jaksa Agung, ST Burhanuddin, menerima audiensi pengurus Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), di Gedung Menara Kartika, komplek Kejagung Jakarta, Selasa (23/8/2022).
Dalam pertemuan tersebut, Jaksa Agung didampingi Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Amir Yanto, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Ketut Sumedana, Asisten Umum Jaksa Agung Herry Hermanus Horo, dan Asisten Khusus Jaksa Agung Hendro Dewanto.
Sedangkan dari pengurus APNI yang hadir antara lain; Ketua Umum APNI Komjen Pol (P) Nanan Soekarna, Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey, Dewan Pengawas Irjen Pol (P) Sukma Edi Mulyono, Wakil Sekretaris Umum I Rudi Rusmadi, Ketua Dewan Pengawas Mayjend TNI (P) Wawan Ruswandi, Bidang Competent Person Independent Rizal Kasli, dan Wakil Bendahara II Tubagus Danil.
Dalam pertemuan tersebut, Nanan menyampaikan bahwa tata kelola nikel banyak menimbulkan persoalan di lapangan, mulai dari proses perizinan, pembangunan shelter sampai pada eksplorasi.
Karena itu, kedatangannya ke Kejagung adalah untuk konsolidasi serta optimalisasi tugas pokok dan fungsi, serta peran Kejaksaan dalam proses pengawasan, pengawalan, dan pengamanan pelaksanaan investasi di Indonesia. “Dalam konteks tata niaga nikel dari hulu hingga ke hilir,” katanya.
Diungkapkan Nanan, selama ini penguasaan lahan tambang sebagian besar dikuasai warga asing. Sehingga kesempatan orang lokal atau WNI sangat sedikit. Kondisi ini berdampak pada lapangan kerja, pendapatan negara, hasil eksplorasi yang lebih banyak diolah di luar negeri.
“Hal yang lebih memprihatinkan adalah adanya persaingan tidak sehat antar pengusaha tambang nikel,” katanya.
Sementara Jaksa Agung, ST Burhanuddin mengucapkan berterima kasih kepada APNI, yang telah menyampaikan masukan terkait dengan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh pengusaha tambang.
Jaksa Agung merasa sangat prihatin bahwa di daerah yang menghasilkan tambang, tidak banyak memberikan manfaat bagi pendapatan daerah. Kedua, Jaksa Agung merasa prihatin terhadap kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, dalam hal ini tidak ada orientasi kepada green mining (penghijauan usai dilakukan eksplorasi).
Di samping itu, penguasaan tambah oleh pihak asing, tidak memberikan manfaat yang banyak kepada masyarakat, karena masyarakat tidak dilibatkan dan tak menikmati hasil eksplorasi tambang tersebut.
“Seharusnya, keberadaan tambang bisa menjadikan daerah semakin berkembang dan maju, sehingga masyarakat semakin sejahtera,” katanya.
Oleh karena itu, Jaksa Agung memiliki komitmen dalam rangka penegakan hukum terhadap hajat hidup orang banyak dan penegakan hukum terhadap pendapatan keuangan negara menjadi concern utama.
“Ke depan, harapan kita semua adalah membangun tata kelola pertambangan nikel dengan baik dan bermanfaat bagi negara, masyarakat, serta berorientasi kepada green mining dan tidak merusak lingkungan,” tegasnya.
Dari sisi eksplorasi dan perizinan, Jaksa Agung mengatakan, pihaknya dapat melakukan pendampingan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sekaligus memberikan pendapat hukum (legal opinion) dan pendampingan hukum (legal assistance). (***)