JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa tiga orang saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi pada PT PLN tahun 2016.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN,” tutur Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, Rabu (31/8/2022).
Ketiga saksi yang diperiksa adalah Oktavianus Aris Susanto (OAS), selaku Manager Marketing PT Epiterma Mas Indonesia. Kemudian, Ryan GP (RGP), selaku Manager Marketing PT Multi Fabrindo Gemilang. Ketiga, Zulfikar Manggau (ZM), selaku General Manager PT PLN Kalimantan Bagian Timur Tahun 2017.
“Mereka diperiksa terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN,” kata Ketut.
Diketahui, Kejagung saat ini tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan tower transmisi di PT PLN. Dalam perkara tersebut, Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (Aspatindo) dan PT Bukaka diduga memonopoli tender proyek pengadaan tower transmisi PT PLN.
“Ada memang dugaan ke sana (monopoli). Tapi nanti kita dalami dulu kasus ini,” tutur Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Supardi, akhir Juli 2022 lalu.
Menurut Supardi, Direktur Operasional PT Bukaka merupakan Ketua Aspatindo berinisal SH. “Ya, Aspatindo kan dikelola oleh orang Bukaka juga. Vendor juga. Itu kan ada sekian anggota, jadi Bukaka ini juga jadi vendor juga. Ya ada relevansinya toh (ke Bukaka), orangnya di situ,” jelas dia.
Supardi menyatakan, penyidik masih terus bekerja mendalami kasus ini. Saat ini, kasusnya telah naik ke penyidikan. Hal itu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print- 39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 14 Juli 2022.
“Menaikkan status penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN (persero) ke tahap penyidikan,” tutur Ketut Sumedana dalam keterangannya, Senin 25 Juli 2022 lalu.
Diungkapkan Ketut, kasus ini berawal saat PT PLN memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower, pada tahun 2016. Anggaran proyek pekerjaan ini mencapai Rp 2,2 triliun.
“Dalam pelaksanaan PT PLN (persero) dan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (ASPATINDO) serta 14 Penyedia pengadaan tower pada tahun 2016 telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, dalam proses pengadaan tower transmisi PT PLN (persero), yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara,” jelas dia.
PT PLN (persero) dan pihak penyedia, lanjut Ketut, juga melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9085 tower menjadi kurang lebih 10 ribu set tower dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, dikarenakan alasan pekerjaan belum selesai.
“Ditemukan tambahan alokasi sebanyak 3 ribu set tower di luar kontrak dan addendum,” terang Ketut.
Adapun sejauh ini penyidik telah melakukan serangkaian tindakan berupa penggeledahan, yang bertempat di tiga titik lokasi yakni PT Bukaka, rumah, dan apartemen pribadi milik SH.
“Dalam kegiatan penggeledahan tersebut, penyidik memperoleh dokumen dan barang elektronik terkait dugaan tindak pidana dalam pengadaan tower transmisi di PT PLN (persero),” tandas Ketut. (**)