JAKARTA – Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak keberatan atau eksepsi Ferdy Sambo Cs atas kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Keputusan itu dibacakan majelis hakim dalam sidang Putusan Sela yang digelar di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, pada Rabu (26/10/2022). Putusan Sela dibacakan oleh sebagai ketua majelis hakim, Wahyu Iman Sentosa.
“Mengadili, menolak keberatan atau eksepsi penasihat hukum terdakwa untuk seluruhnya,” kata Wahyu Iman Santosa.
Eksepsi yang ditolak hakim diajukan oleh kuasa hukum Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuwat Ma’ruf.
Sebagai informasi, Putusan Sela merupakan keputusan hakim untuk menerima atau menolak eksepsi dari seorang terdakwa. Dengan keputusan ini, penuntutan terhadap para terdakwa bakal dilanjutkan ke tahap pemeriksaan saksi.
Majelis sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyampaikan bahwa dakwaan terhadap Ferdy Sambo Cs telah tersusun secara terstruktur dan sistematis.
“Majelis hakim telah memperhatikan secara seksama surat dakwaan atas nama Ferdy Sambo. Majelis hakim sependapat dengan penuntut umum yang menyatakan dakwaan atas nama Ferdy Sambo tersebut oleh Penuntut Umum tersusun secara jelas dan tegas,” tambah Wahyu.
Selanjutnya, Majelis Hakim memerintahkan kepada jaksa penuntut umum untuk hadir pada persidangan berikutnya, yakni tanggal 2 November 2022, dengan menghadirkan 12 orang saksi dari orang tua korban sampai dengan keluarganya.
Terhadap keputusan tersebut, Pakar Hukum Pidana Asep Iwan Iriawan mengaku tak kaget. Sebab dari awal, ia sudah memprediksi bahwa eksepsi Ferdy Sambo akan ditolak hakim.
“Dari awal saya sudah mengatakan bahwa itu bukan materi eksepsi, tapi itu materi pokok perkara. Karena itu, eksepsi penasihat hukum pasti tidak akan diterima atau ditolak,” kata dosen Universitas Trisakti dan Universitas Padjajaran ini.
Asep menilai, kuasa hukum Ferdy Sambo tidak memahami uraian yang telah dituangkan dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Padahal, dakwaan JPU sudah cermat dan rinci. Dalam dakwaannya, JPU menguraikan kejadian secara rinci kasus pembunuhan berencana Brigadir J, mulai dari tempat, waktu dan hari.
“Eksepsi itu seharusnya membicarakan mengenai tiga hal, yaitu kompetensi, tidak terima, dan membatalkan hukum. Nah, dalam konteks membatalkan hukum, terdiri dari tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap dalam menguraikan kejadian,” kata pria yang pernah menjadi hakim di PN Jakpus ini.
Namun eksepsi Ferdy Sambo berbanding terbalik dengan penjelasan JPU dalam surat dakwaan. Eksepsi Ferdy Sambo, kata Asep, tidak memperhatikan alat bukti lain dan fokus pada kasus pelecehan seksual dan keluar dari pembahasan perkara pembunuhan. Padahal, kasus pelecehan seksual yang diklaim Ferdy Sambo tidak memiliki alat bukti. (***)