Jerat Koruptor Pakai Pasal Kerugian Perekonomian Negara, Pukat UGM: Kejagung Progresif dan Luar Biasa

Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rahman

JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) kini tak hanya menjerat pelaku korupsi dengan pasal merugikan keuangan negara, tapi juga pasal merugikan perekonomian negara. Walhasil, asset recovery (pemulihan aset) menjadi sangat besar.

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, menilai apa yang dilakukan Kejagung ini merupakan terobosan yang luar biasa.

Sebab, selama ini unsur kerugian perekonomian negara belum pernah dilakukan untuk menjerat pelaku korupsi. Padahal, unsur tersebut dimungkinkan di dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Karena itu, kata Zaenur, menjadi tantangan tersendiri bagi Kejagung untuk membuktikan di pengadilan. Seperti dalam kasus korupsi bos PT Duta Palma Group Surya Darmadi alias Apeng, yang membuat negara mengalami kerugian hingga Rp 104,1 triliun.

Jika Kejagung berhasil membuktikan total kerugian negara mencapai Rp 104,1 triliun, kata Zaenur, maka Kejagung akan melakukan asset recovery (pemulihan aset) yang luar biasa.

“Yang harus dilakukan oleh Kejaksaan adalah membuktikan, bahwa Rp 104,1 triliun itu merupakan akibat dari perbuatan tersangka,” kata Zaenur.

Karena itu, lanjut Zaenur, langkah yang dilakukan Kejagung dalam memperkarakan kerugian perekonomian negara dengan jumlah yang begitu besar tersebut, harus didukung semua pihak. “Karena yang paling susah adalah membuktikan unsur kerugian perekonomian negara,” ujar Zaenur.

Sebelumnya, Kejagung menyatakan bahwa dugaan korupsi yang dilakukan Surya Darmadi alias Apeng telah merugikan negara sebesar Rp 78 triliun. Angka tersebut mengacu pada perhitungan kerugian oleh penyidik korps Adhyaksa.

Belakangan, Kejagung mengumumkan bahwa total kerugian negara akibat dugaan korupsi Surya Darmadi, ditaksir mencapai Rp 104,1 triliun.

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, mengatakan bahwa angka tersebut merupkakan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ahli lingkungan hidup, dan ahli perekonomian.

“Sekarang sudah pasti hasil perhitungan yang diserahkan kepada penyidik dari BPKP, dari ahli auditor, itu kerugian negara senilai Rp 4,9 triliun untuk keuangan. Untuk kerugian perekonomian negara senilai Rp 99,2 triliun,” kata Febrie dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Selasa (30/8/2022).

Selain kasus PT. Duta Palma, Kejagung juga menggunakan pendekatan kerugian perekonomian negara dalam kasus dugaan korupsi persetujuan ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah.

Kasus ini menjerat Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu) pada Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indra Sari Wisnu Wardhana dan Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.

Perbuatan mereka diduga menimbulkan kerugian perekonomian negara hingga Rp 12,3 triliun dan merugikan keuangan negara sebesar Rp 6 triliun. Jika ditotal menjadi Rp 18,3 triliun. (**)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *