JAKARTA– Seluruh aset milik tersangka Surya Darmadi alias Apeng, baik yang ada di dalam maupun di luar negeri, bakal disita oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Saat ini, Kejagung telah membekukan sejumlah aset milik bos PT Duta Palma Group tersebut. Aset-aset tersebut dibekukan karena diduga terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi PT Duta Palma Group, yang saat ini sedang ditangani oleh penyidik Kejagung.
Setelah dibekukan, seluruh aset milik buronan KPK dan Kejagung yang diduga sembunyi di Singapura itu, bakal disita tim penyidik untuk mengembalikan kerugian negara yang timbul akibat korupsi PT Duta Palma Group, sebesar Rp78 triliun.
“Aset milik dia (Surya Darmadi alias Apeng) saat ini sedang kita bebukan, dan lagi dicari lagi yang lainnya,” tutur Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus pada Kejagung, Febrie Adriansyah, pada Senin (1/8/2022).
Menurut Febrie, tim penyidik Kejagung juga sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan Singapura, untuk memeriksa tersangka Surya Darmadi alias Apeng. Bila memungkinkan, sekaligus menangkap dan membawanya ke Jakarta. “Ini kita masih koordinasi ya. Paling tidak, bisa atau tidak dia diperiksa dulu di sana,” katanya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah ditetapkan dua orang tersangka dalam kasus ini. Keduanya adalah Surya Darmadi alias Apeng, selaku Pemilik PT Duta Palma Group. Tersangka kedua adalah mantan Bupati Kabupaten Indragiri Hulu periode tahun 1999-2008, Raja Thamsir Rachman.
Sementara Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, mengatakan bahwa kasus ini bermula pada tahun 2003. Surya Darmadi alias Apeng, selaku pemilik PT Duta Palma, diduga melakukan kongkalikong dengan Thamsir Rachman, yang saat itu menjabat Bupati Indragiri Hulu.
Keduanya diduga melakukan kongkalikong terkait perizinan kegiatan pengolahan lahan untuk kelapa sawit, yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan milik Surya Darmadi alias Apeng.
Diketahui, PT Duta Palma Group memiliki anak usaha di antaranya PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu, dan PT Kencana Amal Tani.
“Bahwa pada 2003, SD selaku pemilik PT Duta Palma melakukan kesepakatan dengan RTR selaku Bupati Indragiri Hulu, untuk mempermudah dan memuluskan perizinan kegiatan usaha budi daya perkebunan kelapa sawit dan kegiatan usaha pengolahan kelapa sawit, maupun persyaratan penerbitan HGU kepada perusahaan-perusahaan SD di Kabupaten Indragiri Hulu,” kata Ketut Sumedana.
Dia mengatakan, perizinan itu berada di lahan kawasan hutan, yakni di hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), hutan penggunaan lainnya (HPL), ataupun hutan produksi terbatas (HPT) di Kabupaten Indragiri Hulu.
Namun, menurut Ketut, kelengkapan perizinan lokasi dan usaha perkebunan dibuat secara melawan hukum, tanpa adanya izin prinsip dengan tujuan agar izin pelepasan kawasan hutan bisa diperoleh.
“Dengan cara membuat kelengkapan perizinan terkait Izin lokasi dan izin usaha perkebunan secara melawan hukum dan tanpa didahului dengan adanya izin prinsip, amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) dengan tujuan untuk memperoleh izin pelepasan kawasan hutan dan HGU,” ujar Ketut.
Dengan adanya kongkalikong ini, negara dirugikan Rp600 miliar setiap bulannya, selama PT Duta Palma masih beroperasi. (**)