Kejagung Tetapkan 5 Tersangka Kasus Korupsi PT. Adhi Persada Realti yang Rugikan Negara Rp 86 Miliar

Kejaksaan Agung saat menggelar press rilis terkait penanganan kasus mafia tanah di PT Adhi Persada Realti.

JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 5 orang tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pada PT Adhi Persada Realti (PT APR), anak perusahaan PT. Adhi Karya.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Kuntadi, mengatakan bahwa kelima tersangka diduga melakukan penyelewengan dan mark up dalam pembelian bidang tanah pada tahun 2012 – 2013.

“Terhadap penanganan kasus PT Adhi Persada Realti hari ini kita tetapkan tersangka 5 orang,” kata Kuntadi dalam konferensi pers, Kamis (22/9).

Kelima orang tersangka tersebut yakni inisial FF (selaku Direktur Utama PT APR), SU (selaku Direktur Operasional PT APR), VSH (selaku notaris), ARS (selaku Direktur Utama PT Cahaya Inti Cemerlang atau PT CIC), dan NFH (selaku Direktur PT CIC).

Kuntadi menjelaskan, PT Adhi Persada Realti dengan tanpa kajian dan melanggar SOP telah melakukan pengadaan tanah di daerah Jalan Raya Limo Cinere, Depok Jawa Barat seluas 20 hektare senilai Rp 60,26 miliar. Seolah-olah tanah tersebut adalah milik PT CIC, ternyata bukan.

Kejagung menyebut, harga yang telah dibayarkan sedianya untuk pembelian tanah seluas 20 hektare atau 200.000 meter persegi. Namun pada kenyataannya yang diperoleh hanya 1,2 hektare atau 12.595 meter persegi, dan tidak mempunyai akses jalan.

Kemudian, dengan dalih memasarkan produk pembangunan perumahan di tanah tersebut, APR kembali mengeluarkan dana senilai Rp 26,06 miliar, yang tidak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya.

“Sehingga total dalam pengadaan tanah tersebut, PT APR mengeluarkan dana Rp Rp 86,32 miliar,” ujar Kuntadi.

Kejagung menemukan bahwa proses pembayaran ternyata melalui notaris yang tidak berkompeten dan di luar wilayah kerjanya. Kemudian uang tersebut justru malah ditransfer ke rekening pribadi para tersangka Direktur PT Cahaya Inti Cemerlang.

Dalam perkara ini, Kejagung telah melakukan pemeriksaan terhadap 73 orang saksi, dan ahli pertanahan serta ahli keuangan negara.

Akibat perkara ini, negara dirugikan Rp 86,33 miliar, dengan rincian pembelian tanah senilai Rp 60,26 miliar dan operasional sebesar Rp 26,06 miliar. (***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *