Setujui Pagu Anggaran Kejaksaan Naik Rp 4 Triliun Menjadi Rp 15,6 Triliun pada Tahun 2023, Komisi III DPR: Ini Dikit Sekali Lho..!

Wakil Ketua Komisi III DPR, H. Ahmad Sahroni

JAKARTA – Komisi III DPR RI menyetujui tambahan Pagu Anggaran tahun 2023 yang diajukan Kejaksaan RI menjadi Rp 15,6 triliun. Awalnya, alokasi anggaran belanja Kejaksaan hanya Rp 10,8 triliun.

“Komisi III DPR RI dapat menerima penjelasan dari Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia atas Pagu Anggaran tahun 2023 yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan sebesar Rp 10.896.601.962.000 (10,8 triliun) dan menyetujui usulan tambahan yang diajukan sebesar Rp 4.725.000.000.000 (4,7 triliun), sehingga menjadi Rp 15.621.601.962.000 (15,6 triliun),” begitu kesimpulan rapat Komisi III DPR RI dengan Kejaksaan RI di Senayan Jakarta, pada Senin (5/9).

Sebelumnya Wakil Jaksa Agung, Sunarta, menjelaskan bahwa awalnya Kejaksaan RI mengajukan anggaran sebesar Rp 24 triliun untuk tahun 2023. Namun yang disetujui Kementerian Keuangan hanya sekitar Rp 9,6 triliun.

“Kejaksaan RI memperoleh Pagu Indikatif tahun anggaran 2023 sebesar Rp 9.632.179.592.000, dengan rincian per program sebagai berikut: yang pertama program penegakan dan pelayanan hukum sebesar Rp 521 miliar, kemudian program dukungan manajemen sebesar Rp 9,11 triliun,” jelas Sunarta.

Lalu pada saat rapat selanjutnya, kata Sunarta, dalam penyusunan Pagu Anggaran tahun 2023, mengalami kenaikan menjadi Rp 10,8 triliun.

“Kejaksaan RI memperoleh Pagu Anggaran tahun anggaran 2023 sebesar Rp 10.896.601.962.000 (10,8 triliun), atau mengalami kenaikan anggaran Rp 1.264.522.370.000 (1,2 trilun) jika dibandingkan dengan Pagu Indikatif tahun anggaran 2023,” kata Sunarta.

Pagu Anggaran tersebut kemudian dialokasikan kepada dua program Kejaksaan. Yakni: Program penegakan dan pelayanan hukum sebesar Rp 626.702.368.000 (626 miliar) dan program dukungan manajemen sebesar Rp 10.269.899.594.000 (10,2 triliun).

Alokasi anggaran program dukungan menejemen Rp 10 triliun tersebut, kemudian dibagi ke sejumlah Deputi Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi di daerah. Sehingga, Pagu Anggaran yang disetujui Menteri Keuangan itu pun dianggap tidak cukup.

Selain untuk dua program tersebut di atas, lanjut Sunarta, Pagu Anggaran Rp 10 Triliun itu juga dialokasikan untuk program prioritas sebesar Rp 207.181.402.000 (207 miliar).

“Bahwa hasil penyusunan Pagu Anggaran tersebut belum cukup untuk memenuhi sebagian kebutuhan prioritas dan mendesak rencana belanja Kejaksaan RI tahun 2023. Masih terdapat kekurangan anggaran sebesar Rp 4 triliun,” ucap Sunarta.

Permintaan tambahan itu pun akhirnya disetujui oleh Komisi III DPR. Bahkan, DPR RI menganggap permintaan tambahan itu terlalu sedikit. “Rp 4 triliun aja ya tambahannya? Enggak kurang?” kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, yang memimpin rapat tersebut.

“Cuma Rp 4 triliun, ini dikit sekali lho. Besok-besok, tahun yang akan datang, mintanya langsung Rp 20 triliun, Pak,” kata Sahroni kepada Wakil Jaksa Agung.

Hal senada juga dikatakan anggota Komisi III DPR, Muhammad Nasir Djamil. Ia mengaku tak habis pikir, mengapa Kementerian Keuangan hanya menyetujui Rp 9 triliun anggaran yang diajukan Kejaksaan Agung RI sebesar Rp 24 triliun.

“Artinya, Kejaksaan Agung dalam surat pertama setelah hasil rencana kerja pemerintah dan rencana kerja anggaran, mereka mengusulkan Rp 24 triliun kepada kementerian keuangan selalu bendahara negara. Tapi sayangnya Kementerian Keuangan hanya mengalokasikan Pagu Indikatif Rp 9 triliun lebih dikit,” katanya.

“Saya tidak habis mengerti. Apakah memang bendahara negara, dalam hal ini Menteri Keuangan, tidak memahami urgensi negara hukum di republik ini? Karena itu saya menyarankan kepada pimpinan Komisi III, agar mengundang Menkopolhukam dan Menteri Keuangan dalam ruangan ini. Sehingga kita bisa tahu, apa yang ada di dalam pikiran mereka terkait pengalokasian anggaran untuk institusi atau lembaga penegakan hukum ini,” sambungnya.

Nasir Djamil menilai, angka yang dialokasikan Kemenkeu di bawah keinginan, menunjukkan bahwa negara ini bukan negara hukum. Dengan anggaran yang sangat terbatas, tentu saja akan menyulitkan institusi penegak hukum dalam merealisasikan program-program penegakan hukum.

“Juga terkait bagaimana mereka bisa memastikan integritas aparat penegak hukum di lapangan, jika anggarannya terbatas. Karena kita tahu bahwa aparat Kejaksaan itu punya tugas berat dalam kasus tindak pidana korupsi di daerah atau tindak pidana khusus di daerah. Jadi mereka harus mempertahankan dakwaan di hadapan pengadilan, menyajikan fakta dan data, sehingga apa yang mereka ajukan itu diterima hakim yang mengadili,” ungkapnya.

Faktanya, dengan anggaran yang terbatas, Kejaksaan Agung membuktikan tetap mampu berprestasi. Sejumlah kasus besar dibongkat Kejaksaan. Wajar jika Kejaksaan mendapat apresiasi langsung Presiden Jokowi dan sejumlah praktisi dan pengamat hukum.

“Banyak kasus besar kini ditangani Kejaksaan. Di sisi lain, mereka bekerja dengan anggaran yang belum maksimal,” kata Nasir

Nasir Djamil optimistis, jika anggaran yang dimiliki Kejaksaan lebih memadai, kinerja Kejaksaan akan lebih maksimal. (***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *