JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) mendakwa mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI, Indra Sari Wisnu Wardhana, telah melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 18 triliun.
Indra didakwa melakukan pelanggaran hukum bersama Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei. Diketahui, Lin Che Wei merupakan penasehat kebijakan/analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) yang juga menjadi staf Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang (Menko) Perekonomian.
“Terdakwa Indra Sari Wisnu Wardhana memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sejumlah Rp 6.047.645.700.000 (Rp 6 triliun) dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 12.312.053.298.925 (Rp 12,3 triliun),” ujar jaksa Kejagung saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/8/2022).
Jika ditotal, kerugian negara mencapai Rp 18.359.698.998.325 (Rp 18,3 triliun).
Indra juga disebut jaksa memperkaya korporasi terkait pemberian persetujuan ekspor (PE) kepada sejumlah perusahaan. Padahal, perusahaan tersebut tidak memenuhi kewajiban domestic market obligation (DMO), sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan.
“Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu perbuatan Terdakwa telah memperkaya korporasi, yakni perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau,” tutur jaksa.
Lebih lanjut, jaksa mengungkapkan, setidaknya ada 7 perbuatan melawan hukum yang dilakukan Indra.
- Memberikan persetujuan atas permohonan rersetujuan ekspor (PE) dari perusahaan yang tergabung dalam Grup Permata Hijau yang diurus oleh Stanley MA yaitu : PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palm Oil Lestari, PT Pelita Agung Agri Industri, dan PT Permata Hijau Sawit, yang tidak memenuhi kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan.
- Memberikan persetujuan atas permohonan PE dari perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar yang diurus oleh Master Parulian Tumanggor, yaitu PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Nabati Sulawesi, dan PT Wilmar Bio Energi Indonesia, yang tidak memenuhi kewajiban domestic market obligation (DMO) sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan.
- Memberikan persetujuan atas permohonan PE dari perusahaan yang tergabung dalam Grup Musim Mas yang diurus oleh Pierre Togar Sitanggang yaitu PT. Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Agro Makmur Raya, PT Wira Inno Mas, PT Megasurya Mas, dan PT Musim Mas Fuji, yang tidak memenuhi kewajiban Domestic market dbligation obligation (DMO) sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan.
- Mengarahkan tim verifikasi Inatrade agar tetap memproses PE yang tidak memenuhi persyaratan
- Menggunakan data analisis atas realisasi komitmen (pledge) yang dibuat oleh Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei dalam memberikan persetujuan atas permohonan PE dari perusahaan eksportir, padahal analisis realisasi komitmen yang dibuat oleh Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei tidak menggambarkan kondisi realisasi distribusi dalam negeri yang sebenarnya.
- Mengetahui dan menyetujui adanya penerimaan uang dalam rangka penerbitan PE dari Master Parulian kepada Farid Amir selaku Direktur Ekspor Produk Pertanian Dan Kehutanan pada Direktorat Perdagangan Luar Negeri Kemendag yang melakukan tugas verifikasi.
- Memberikan rekomendasi secara lisan kepada Stanley MA untuk menggunakan PT Bina Karya Prima dalam melakukan pendistribusian Domestic Market Obligation (DMO), padahal mengetahui bahwa PT Bina Karya Prima merupakan perusahaan eksportir yang juga mengajukan persetujuan ekspor (PE) dan mempunyai kewajiban DMO secara terpisah. (***)